Selasa, 14 April 2015

makalah Sewa menyewa dan Gadai





MAKALAH
SEWA-MENYEWA DAN GADAI
DosenPengampu :

Dr. Dra Rahmani Timorita Yulianti, M. Ag
 



                                                        Disusun oleh : 
                             
                                       MUHAMMAD SANUSI (13423119)


      UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
PRODI EKONOMI ISLAM


PENDAHULUAN
         Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan  dengan orang  lain. Dalam istilah di atur segala tingkah laku manusia yang mengharuskan adanya interksi dengan sesama yakni dalam kajian fiqh muamalah, yang mana didalamnya juga membahas aturan sewa-menyewa dan gadai.
       Dalam masalah sewa-menyewa dan gadai ini, adanya suatu rukun dan syarat yang harus dipenuhi antara kedua belah pihak yang mengadakan suatu interaksi tersebut baik itu sewa-menyewa dan gadai. Adapun syarat secara umum bagi pihak yang melakukan sewa-menyewa dan gadaiitu harus mesti orang yang sudah memiliki kecakapan betindak sempurna, sehingga perbuatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Para ulama berpendapat tentang kecakapan bertidak didalam lapangan muamalahini ditentukan oleh hal-hal yang bersifat pisik dan kejiwaan sehingga segala tindakanyang dilakukanny dapat dipandang sebagai sutu perbuatan yang sah sesuai dengan syariat islam.
         Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian sewa-menyewa dan gadai, hukum sewa-menyewa dan gadai, syarat dan rukun sewa-menyewa dan gadai, serta jenis-jenis sewa-menyewa dan gadai. sekaligus sebagai tugas dari dosen mata kuliyah fiqih muamalah abad klasik dan menengah. Semoga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini. 
      Tujuan Pembuatan makalah initidak hanya sebagai tugas pada mata kuliyah fiqh muamalah abad klasik dan menengah, serta untuk memperluas pengetahuan tentang bagaimana mengetahui serta memahami pegertian sewa-menyewa dan gadai, Mengetahui dasar hukum sewa-menyewa dan gadai, Mengetahui macam-macam dan jenis-jenis sewa-menyewa dan gadai.








PEMBAHASAN

SEWA-MENYEWA DAN GADAI
1.1 Pengertian Sewa-menyewa (Ijarah)
        Secara etimologis, kata ijarah berasal dari kata ajru yang berarti ‘iwadhu pengganti. Oleh karena itu, tsawah ‘pahala’ disebut juga dengan ajru ‘upah’. Pihak pemilik yang menyewakan manfaat sesuatu disebut mu’ajjir. Adapun pihak yang menyawakan disebut musta’jir. Dan, sasuatu yang diamil manfaatnya disebut ma’jur. Sedangkan jasa yang diberikan sebbagai imbalan atas mannfaat tersebut disebut ajrah atau ujrah upah
Menurut istilah para ulama mendefinisikan sewa (ijarah) sebagai berikut:
       Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah akad untuk memolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
       Menurut malikiayah ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah uantuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
       Menurut syfi’iyah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu  yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan  tertentu.
       Menurut hanabilah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.
       Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
        Menurut sulaiman rasjid, mempersewakan adalah akad  atas manfaat (jasa) dengan maksudyang diketahui, dengan tukaran yang diktahui menurut syarat-syarat yang akan dijelakan kemudian
         Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip di antara para ulama dalam mengartikan ijarah atau sewa-menyewa. Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa  ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa menyewa adalah manfaat atas suatu barang (bukan barang). Seseorang yang menyewa sebuah rumah untuk dijadikan tempat tinggal selama satu tahun dengan imbalan Rp. 3.000.000,00, ia berhak menempati rumah itu untuk waktu satu tahun, tetapi ia tidak memiliki rumah tersebut. Dari segi imbalannya, ijarah ini mirip dengan jual beli, tetapi kedunya berbeda, karena dalam jual beli obyeknya benda, sedangkan dalam ijarah, obyeknya adalah manfaat dari benda. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menyewa pohon untuk diambil buahnya karena buah itu benda, buakan manfaat. Demikian pula tidak diperbolehkan menyewa sapi untuk diperah susunya karena susu bukan manfaat, melainkan benda.
        Suatu manfaat, terkadang berbentuk manfaat atas barang, seperti rumah untuk ditempati,mobil untuk di kendarai. Kadang  kala dalam bentuk karya seperti karya seorang arsitek, tukang tenun, tukang pewarna, penjahitdan tukang binatu. Bisa pula itu berbentuk kerja kasar pribadi seperti pelayan.
      
1.2 Dasar Hukum Syariat tentang Sewa-menyewa
Para fuqaha’ sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang dibolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Ismail Bin Aliyah, Hasan Al-Basri, Al-qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukannya akad, tidak isa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikti. Sedangkan sesuatu yang tidak ada  pada waktu akad tidak boleh diperjuabelikan. Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan syara’.
Alasan jumhur ualama memperbolehkan Ijarah (sewa) adalah
Dalil Al-Qur’an
1.      “ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dinia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian  mereka dapat mempergunakan yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Asy-Suuara 43:32)
2.      “ Dan jika ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apaila kamu memberikan pelayanan menurut yang patut. Bertakwalah kamukepada Alloh maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (al-baqarah 2:233)
3.      “ Salah seorang dari wanita itu berkata, ‘Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’ Berkata dia (syu’aib),’ Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari putriku ini, atas dasar kamu kamu bekerja denganku delapan tahun, dan jika kamu cukupkan sepuluh ahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak ingin memberkatimu. Dan kamu insya Alloh akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.’ ”(al-Qashash 28 : 26 dan27)
Dalil sunnah,
1.        Dari Riwayat Bukhari bahwa Nabi saw. Pernah menyewa Seseorang dari Bani ad-Diil bernama Abdullah Bin Uraiqith sebagai penunjuk jalan.
2.        Ahmad, Abu Dawud, danan-Nasa’i meriwayatkandari Said din Abi Waqqas r.a. yang berkata, “Dahulu kami menyewakan tanah dengan bayaran tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang peraktik tersebut dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang enas atau perak.”
3.        Riwayat ibnu majah, Rasulullah bersabda, “ Berikan upah buruh(barang sawaan) sebelum keringatnya kering.”
       Disamping Al-quran dan sunnah, dasar hukum ijarah ijma’. Sejak zaman sahabat sampai sekarang  ijarah telah disepakati oleh para ahli hukum islam, kecuali beberapa ulama yang telah disebutkan diatas. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sangat memutuhkan akad ini. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang memiliki beberapa rumah yang tidak ditempati. Disisi lain ada orang yang tidak memiliki tenpat tinggal. Dengan diboehkannya ijarah maka oarang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati rumah orang lain yang tidak digunakan untuk beberapa waktu tertentu, dengan memberikan imbalan berupa uang sewa yang disepakati bersama, tanpa harus membeli rumahnya.
1.3  Syarat  dan Rukun Akad Sewa
Adapun ijarah atau sewa menyewa terdiri dari empat jenis persyaratan, yaitu
a.       Syarat terjadinya akad (syarat in’iqad)
Syarat terjadinya akad berkaitan dengan ‘aqid, akad, dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal. Dan mumayyiz menurut Hanafiah, dan balig menurut Syafi’iyah dan Hanabilah. Dengan demikian, akad ijarah tidak sah apabila pelakunya gila atau masih dibawah umur.
b.      Syarat kelangsunga akad (nafadz)
Untuk kelangsungan akad ijarah disyaratkan terpenuhinya hak milik atau wilayah (kekuasaan). Apabila si pelaku tidak mempunyai hakkepemilikan atau kekuasaan
(wilayah), seperti akad yang dilakukan oleh fadhuli, maka akadnya tidak bisa dilangsungkan
c.       Syarat sahnya ijarah
1.      Persetujuan kedua belah pihak
2.      Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak menimbulkan perselisihan.
3.      Objek akad ijarah harus dapat dipenhi, baik menurut hakiki mapn syr’i
4.      Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang dibolehkan oleh syara’.
5.      Pekerjaan yang dilakukan itu bukan fardu dan bukan kewajiban  orang yang disewa (ajir) sebelum dilakukan ijarah.
6.      Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaaat dari pekerjaannya untuk dirinya sendiri.
7.      Manfaat m’aqud ‘alaih harus sesuai dengan tujuan dilakukannya akad ijarah, yang biasa berlaku umum.
d.      Syarat mengikatnya akad ijarah (syarat luzum)
Agar akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat
1.      Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat (aib) yang menyebabkan terhalangnya pemanfataan atas benda yang disewaan itu. Apabila terdapau suatu cacat (‘aib) yang demikian sifatnya, maka orang yang menyewa bole mamilih antara meneruskan ijarah dengan pengurangan uang sewa dan membatalkannya.
2.      Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah. Misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada sesuatu yang disewakan. Apabila terdapat adzur, baik pada pelaku maupun pada ma’qud alaih, maka pelaku berhak membatalkan akad.
1.4  Macam-macam atau Jenis-jenis Sewa Menyewa
a.  ijarah ‘alal manfaat (sewa)
yaitu akad ijarah yang obyeknya berupa manfaat suatu brarang, maksudnya akad ijarah ini adalah untuk mendapatkan manfaat suatu barang. Contohnya Andi menyewa sebuah mobil miliknya si Wawan yang akan digunakan untuk pergi kerumah orang tuanya, dari itulah kita bisa tau bahwa Andi telah mendapatkan manfaat suatu barang yang telah disewanya dari mobil miliknya si Wawan.
b. ijarah ‘alal ‘amal (upah)
yaitu akad ijarah yang objeknya berupa manfaat tenaga kerja/jasa. Mauksudnya akad ijarah jenis ini diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa. Contohnya Pak Tohir menyewa seorang tukang merbaiki rumah untuk memperbaiki rumahnya yang rusak terkena badai, dengan ini kita bisa tau bahwa Pak Tohir menyewa tenaga tukang rumah itu untuk memperbaiki rumahnya dan apabila tukang rumah telah selesai memperbaiki rumah, maka Pak Tohir akan membayar tukang itu yang disebut dengan upah.


2.1 Pengertian Gadai (Rahn)
         Menurut bahasa, rahn artinya adalah tetap dan berkesinmbungan. Disebut juga dengan al-habsu yang artinya menahan. Contoh penggunaannya dalam kalimat, “ Ni’matun Rahinah” yang bermakna karunia yang tetap dan berkesinambungan. Penggunaan rahn unuk makna al-habsu ‘menahan’, dimuat dalam Al-Qur’an,
‘tiap-tiap peribadi  terikat (tertahan) dengan atas apa yang telah diperbuatnya.” (al-muddatsir [74]:38)
         Menurut istilah syara’, gadai atau rahn didefinisikan oleh Sayyid Sabiq yang mengutip pendapat Hanafiyah sebagai berikut, sesungguhnya rahn (gadai) adalah menjadikan benda yang memiliki nialai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan untuk utang, dengan ketentuan dimungkinkan untuk mengambil semua utang, atau mengambil sebagiannya dari benda (jaminan) tersebut.
          Syafi’iyah, sebagaimana dikutip oleh Wahbah Zuhaili, memberikan definisi gadai (rahn) sebagai berikut, Gadai adalah menjadikan suatu benda sebagai jaminan untutk hutang, dimana utang tersebut bisa dilunasi (dibayar) dari benda (jaminan) tersebut ketika pelunasannya mengalami kesulitan.
          Hanabilah memberikan definisi rahn sebagai berikut, Gadai adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan untuk utang yang bisa dilunasi dari harganya, apabilaterjadi kesulitan dalam pengambilannya dari orang yang berutang.   
          Malikiyah membrikan definisi gadai (rahn) sebagai berikut, Rahn adalah sesuatu yang bernilai harta  yang diambil dari pemiliknya sebagai jaminanuntuk utang yang tetap (mengikat)atau menjadi tetap.
          Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh ulama mazhabtersebut dapat dikemukakan bahwa dikalangan ulama tidak terdapat perbedaan yang mendasar dalam mendafinisikan gadai (rahn). Dari definisi yang dikemukakan tersebut dapat diambil intisari bahwa gadai (rahn) adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan bahwa apabila terjai kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut bisa dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan jaminan itu.
2.2     Dasar Hukum Gadai (Rahn)
Gadai (rahn) hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-quran, sunnah, dan ijma’. Adpun dasar dari Al-quran tercantum dalam suah Al-Baqarah (2) ayat 283:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalat tidak secara tunai) sedangkan kamu tidak mempeeroleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebgian yang lain, maka hendalah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada alloh tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Hadis Anas:
“dari Anas ia berkata : Rasulullah SAW menggadaikan baju perang kepada seorang yahudi di Madinah, dan dari orang yahudi itu beliau mengambil sya’ir (jagung) untuk keluarganya”. (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Hadis Aisyah:
“Dari Aisyah bahwa Nabi SAW mmbeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tempo, dan beliau menggadaikan kepada Yahudi itu satu baju perang yang terbuat daru besi. Dan dalam redaksi yang lain: Nabi wafat, sedangkan baju perangnya di gadaikan kepadaseorang Yahudi dengan tiga puluh liter (sha’) syair (jagung)”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
        Dari ayat dan hadis-hadis terebut jelaslah bhwa gadai (rahn) hukumnya diolehkan, baik bagi orang yang sedang dalam perjalanan maupun orang yang tinggal dirumah. Memang dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 283, gadai dikaitkan dengan safar (perjalanan). Akan tetapi, dalam hadis-hadis tersebut Nabi SAW melaksanakan gadai (rahn) ketika sedang di Madinah. Ini menunjukkan bahwa gadai tidak terbatas hanya dalam perjalanan saja, tetapi juga bagi orang yang tinggal dirumah. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama. Sedangkan menurut imam Mujahid, Dhahhak, dan Zhahiriyah, gadai (rahn) hanya dibolehkan bagi orang yang sedang dalam perjalanan, sesuai denganayat 283 Surah Al-Baqarah (2) tersebut ditas.
2.3    Rukun dan Syarat Gadai
1.      Rukun gadai
Gadai memiliki empat unsur, yaitu rahin, murtahin, marhun, dan marhunbih. Rahin adalah orang yang memberikan gadai, murtahin adalah orang yang menerimaa gadai, marhun atau rahn adalah harta yang digadaikan untuk menjamin utang, dan marhun bih adalah utang.  Hanafiyah tidak melihat kepada keempat unsur tersebut, melainkan melihat kepada pertanyaan yang dikeluarkan oleh para pelaku gadai, yaitu rahin dan murtahin. Oleh karna itu, hanafiyah menyatakan bahwa rukun gadai adalah ijab dan qabul yang dinyatakan oleh rahin dan murtahin.
Menurut jumhur ulama rukun gadai ada empat, yaitu
a.       Aqid
b.      Shigat
c.       Marhun (benda yang digadaikan), dan
d.      Marhunbih (uatng)
2.      Syarat-syarat Gadai
a.       Syarat Aqid
Syarat yang harus dipenuhi oleh aqid dlam gadai yaitu rahin dan murthin, adalah ahliyah (kecakapan). Ahliyah (kecakapan) menurut Hanafiyah adalah kecakapan untuk melakukan jual beli. Artinya, setiap orang yang sah melakukan jul beli, sah pula orang yang melakukan gadai. Hal ini dikarenakan rahn atau gadai adalah suatu tasaruf yang bekaitan dengan harta, seperti halnya jual beli. Dengan demikian, untuk sahnya akad gadai, pelaku disyaratkan erakal dan mumayyiz. Maka tidak sah gadai yang diakukan oleh orang gila atau anak yang belum memasuki masa tamyiz.
Menurut jumhur ulama selain hanafiyah, kecakapan dalam gadai sama dengan kecakapan untuk mlakukan jual beli dan akad tabarru’. Hal ini dikarenakan akad gadai adalah akad tabarru’, oleh krena itu tidak sah akad gadai yang dilkukan oleh oang yang dipaksa, anak yang dibawah umur, gila, boros dan pailit.
b.      Syarat Shighat
Menurut Hanafiyah, shighat gadai (rahn) tidak boleh digantungkan dengan syarat, dan tidak disandarkan kepada masa yang kan datang. Hal ini dikarenakan akad gadai menyerupai akad jual beli, dilihat dari aspek pelunasan utang. Apabila akad gadai digantungkan kepada syarat atau disandarkan kepada masa yang akan datang, maka akad menjadi fasid seperti halnya jual beli.
c.       Syarat Marhun
Para ulama sepakat bahwa syarat-syarat marhun (barang yang digadaikan) sama dengan syarat jual beli. Artinya, semua barang yang sah di perjualbelikan sah pula digadaikan. Secara rinci Hanafiah mengemukakan bahwa syarat-syarat marhun adalah sebagai berikut.
1.      Barang yang digadaikan bisa dijual, yakni barang tersebut harus ada pada waktu akad dan mungkin untuk diserahkan.
2.      Barang yang digadaikan harus berupa mal (harta)
3.      Barang yang digadaikan harus mal mutaqawwim.
4.      Barang yang digadai harus jelas
5.      Barang tersebut dimiliki oleh rahin
d.      Syarat Marhun bih
Marhun bih adalah suatu hak yang karenanya barng gadaian diberikan sebagai jaminan kepada rahin. Menurut Hanafiah, marhun bih harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
1.      Mahun bih harus berupa hak yang wajib diserahkan kepada pemiliknya, yaitu rhin karna tidak perlu memberikan jaminan tanpa ada barang yang dijaminnya.
2.      Pelunasan utang memungkinkan untuk diambil dari marhun bih.
3.      Hak marhun bih harus jelas, tidk boleh majhul.
Syafiiyah dan Hanabilah mengemukakan tiga syrat untuk marhun bih
1.      Marhun bih harus berupa utang yang tetap dan wajib, misalnya qardh, atau manfaat, seperti pekerjaan dalam ijarah
2.      Utang harus mengikat baik pada masa sekarang (waktu akad) maupun mendatang, misalnya ditengah masa khiyar.
3.      Utang harus jelas atau ditentukan kadarnya dan sifatnya bagi para pihak yang melakukan akad.
e.       Syarat Kesempurnaan Rahn: penerimaan marhun
1.      Status penerimaan (qabdh)
·         Secara umum para fuqaha sepakat bahwa penerimaan (qabdh) atas barang yang digadaikan merupakan syarat yang berlaku untuk akad gadai (rahn).
·         Menurut jumhur ulama qabdh (penerimaan), bukan syarat sah melainkan syarat luzum (mengikatnya) gadai (rahn).
·         Menurut Malikiyah, qabdh (penerimaan) buakan merupakan syarat sah atau syarat lazim, melainkan hanya merupakan syarat kesempurnaan saja.
2.      Cara penerimaan
·         Para fuqaha sepakat bahwa cara penerimaan (qabdh) untuk benda tetap (‘aqar) adalah dengan penyerahan secara langsung ata dengan pengosongan.
·         Syafiyah dan Hanabilah sama pndapatnya dengn Abu Yusuf, yaitu bahwa qabdh daam gadai adalah sama dengan qabdh dalam jual beli. Apabila bendanya benda tetap maka cukup dengan takhliyah, yaitu melepaskan hal-hal yang menghalangi antara rahin dan murtahin.
3.      Syarat-syarat penerimaan
·         Harus ada izin rahin
·         Rahin maupun murtahin harus memiliki ahliyatul ada’ (kecakapan) melakukan akad
·         Murtahin harus tetap memegang (menguasai) barang gadaian
4.      Orang yang berkuasa atas borg (rahn)
Orang yang bekuasa untuk menerima org atau barang gadaian adalah murtahin atau wakilnya. Orang yang mewakili murtahi harus orang selain rahin. Apabila yang mewakili itu rahin maka hukumnya tidak sah, karena tujuan penerimaan adalah untuk menimbulkan rasa aman bagi murtahin atas utang yang ada pada rahin.
2.4    Macam-macam atau Jenis-jenis Gadai
1.      Rahn iqar/resmi (rahn takmini/rahn tasjily)
Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan henya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipgunakan oleh pemberi gadai, contohnya A memiliki utang kepada B sebesar Rp. 10 juta sebagai jaminan atas pelunasan utang tersebut. A menyerahkan BPKB mobilnya kepada B secara rahn iqar. Walaupun surat-surat kepemilikan atas mobil diserahkan pada B namun mobil tersebut tetap berada ditangan A dan dipergunakan untuk keperluannya sehari-hari, jadi yang bepindah hanyalah bukti-bukti kepemiikan atas mobil tersebut.
2.      Rahn Hiyazi
Bentuk rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep gadai baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif. Jadi berbeda dengan rahn iqar yang hanya menyerhkan hak kepemilikan atas barang, maka pada rahn Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh kreditur.









PENUTUP
Kesimpulan
Ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa menyewa adalah manfaat atas suatu barang (bukan barang).  Dari segi imbalannya, ijarah ini mirip dengan jual beli, tetapi kedunya berbeda, karena dalam jual beli obyeknya benda, sedangkan dalam ijarah, obyeknya adalah manfaat dari benda. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menyewa pohon untuk diambil buahnya karena buah itu benda, buakan manfaat. Demikian pula tidak diperbolehkan menyewa sapi untuk diperah susunya karena susu bukan manfaat, melainkan benda.
            Gadai (rahn) adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan bahwa apabila terjai kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut bisa dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan jaminan itu.












Daftar Pustaka
1.      Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Fiih Muamalat, Jakarta 2010
2.      Al-Quran dan Terjemahan terbitan UII Press
3.      Said Sabiq, Fiqih Sunnah.






1 komentar:

  1. Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun profit,bergabung sekarang juga dengan kami
    trading forex fbsasian.com
    -----------------
    Kelebihan Broker Forex FBS
    1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
    2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
    3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
    4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
    5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL Indonesia dan banyak lagi yang lainya
    Buka akun anda di fbsasian.com
    -----------------
    Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
    Tlp : 085364558922
    BBM : fbs2009

    BalasHapus